Selasa, 19 April 2011

Amel Yang Malang


Peristiwa ini dituturkan langsung oleh pelakunya:
Aku hanya bias menangis, hatiku terasa terbakar oleh kepedihan karena aku kini telah kehilangan segala-galanya dalam hidupku. Dimanakah kini kenikmatan yang dulu pernah kurasakan? Kenikmatan yang ternyata telah memperdaya diriku dengan segala impian dan fatamorgana yang penuh dengan kedustaan.
Aku terus menangis dan menjerit di dalam hati. Seakan-akan sebuah sad-volcano , meledak dan mengeluarkan larvanya dari dalam jiwaku. Larva kepiluan yang bercampur dengan dendam dan penyesalan. Terlaknat engkau jalan dan para pengikut syaitan!!! Ya Allah, betapa beratnya beban penyesalan yang harus aku derita. Aku hanya bias meneteskan air mata setiap kali teringat akan peristiwa itu. Jalan yang dimulai oleh impian dan berakhir dengan kepiluan. Langkah yang kuawali dengan berbagai kenikmatan namun harus kuakhiri dengan kehinaan. Titian yang engkau lalui dengan penuh harapan namun ia justru menjerumuskanmu dalam keterasingan. Jalan yang berpangkal dari kasih mesra dan berujung pada kehancuran jiwa. Ya, itulah jalan yang mulanya indah namun akhirnya adalah bencana. Alur ceritanya penuh dengan dosa dan kegelapan.
Ya Allah, terimalah diriku, aku ingin bertaubat  dari segala kesalahanku, kini aku telah memahaminya meskipun di saat semuanya telah berlalu. Benar sekali, semuanya telah pergi berlalu, perjalanan hidupku harus hancur karena ulah tanganku sendiri. Ya Allah, ampunilah diriku, kasihanilah aku, ya Rab! Meskipun semuanya telah berlalu namun aku yakin pintu rahmat dan taubat akan tetap terbuka lebar bagi siapa saja. Hanya saja kini aku telah kehilangan permata termahal yang aku miliki: mahkota yang merupakan bagian terpenting pada diri seorang wanita.
Kini, aku hanya bias memohon agar Allah tidak menimpakan kepadaku balasan akibat dosa dan kesalahan yang telah kuperbuat. Mungkin lebih tepat kalau ia dikatakan sebagai sebuah criminal kehidupan dari pada sekedar kesalahan. Aku pun yakin tidak ada kesalahan lebih besar  yang pernah kuperbuat selama hidupku dari kesalahan yang satu ini. Namun, aku masih menaruh harapan yang begitu besar kepada Allah. Seandainya saja ia hisab semua dosa yang pernah dilakukan oleh anak cucu Adam, niscaya tak seorang pun diantara kita yang bias mendapatkan rahmat dan kasih-Nya. Aku pun niscaya akan termasuk orang pertama yang menginjakkan kakinya di neraka jahannam kalau memang bukan orang pertama yang mengunjunginya.na’udzubillah!
  Apa yang telah ku perbuat ini merupakan satu kesalahan dan dosa yang sangat sukar untuk dibayangkan besarnya. Kini, di saat gulita dating menghampiri mereka-mereka yang sedang menghabiskan malam dengan bersuka ria, aku justru harus melaluinya dengan linangan air mata yang berjatuhan membasahi pipiku. Pipi yang hanya bias menyisakan sebuah gambaran kesedihan dan kepedihan abadi yang telah menimpa hidupku. Akulah figure seorang wanita yang telah mengkhianati dan menyia-nyiakan amanah yang dititipkan selama ini. Akulah orang yang telah menukar perjanjian suci yang selama ini telah kubuat dengan Allah, keluarga, bahkan dengan diriku sendiri. Oh! Itulah kenyataan pahit yang telah menimpa masa laluku. Tiap kali teringat akan kenangan kelabu itu, aku hanya bias menangis penuh kesedihan, tangisan yang kuharap ia bias membakar sisa-sisa jiwa syaitan yang dulu sempat  merasuki hidupku. Masa depan yang dulu ada kini telah tiada, hilang diantara kedua telapak tanganku. Aku benar-benar membenci diriku sendiri. Karena di saat aku ditimpa kesedihan seperti ini  tak seorang pun yang dating menghibur ataupun meringankannya. Ya, karenaa memang tak seorang pun mengetahuinya.
Sirna kini apa yang sebenarnya lebih penting dari sekedar masa depanku. Tak kutemukan lagi kini arti ketenangan dan ketenteraman jiwa. Tak jarang buttiran air mata ini menetes begitu saja tatkala aku sedang berkumpul di tengah keluargaku. Aku pun langsung menghindar agar mereka tak sempat bertanya mengapa aku menangis. Pertanyaan yang hanya membuat jiwaku semakin tersiksa. Taukah kalian siapa diriku?! Sosok seorang wanita penghianat yang ingin bertaubat. Sengaja kusampaikan kisah ini agar kalian tahu bahwa di dunia ini ternyata ada satu musibah besar yang mungkin selama ini belum pernah terlintas di benak kalian.
Namaku Amel. Masa kecilku merupakan masa yang paling indah sepanjang hidupku. Seandainya aku tak pernah menjadi besar seperti ini…! Ya, andaikan saja hidupku hanya sebatas masa kecil dan kemudian aku mati di waktu yang sama, niscaya aku tak akan sesengsara seperti sekarang ini! Aku adalah anak terbesar di lingkungan keluarga dengan empat orang saudara; dua laki-laki dan dua perempuan, ibarat ibu kedua bagi mereka. Seandainya saja mereka mengetahui apa yang sebenarnya telah menimpa diriku selama ini, niscaya mereka akan mengatakan bahwa aku adalah anak yang paling hina dan paling fasik di keluargaku! Tapi aku tak akan marah dengan celaan semacam itu.
Aktivitas keseharianku berjalan sebagaimana biasanya, tak ada yang istimewa. Waktu itu aku baru menginjak usia dua puluh empat tahun. Aku adalah seorang guru yang terhitung masih jomblo; sendirian dan belum punya pasangan. Bencana yang telah mengubah garis hidupku itu terjadi ketika aku memasuki tahun kedua di sekolah tempat aku mengajar. Kiranya itulah tahun yang telah menggeser komitmen hidupku menjadi rintihan penyesalan. Rangkaian hari-harinya ternyata telah membelokkan jalanku dari lorong hidayah menuju api kesesatan yang sudah sangat parah
Aku masih teringat malam itu. Malam kamis kelabu (semoga Allah tidak menghadirkannya kembali kepada muslimah manapun). Semuanya berjalan seperti biasa. Tak lama kemudian telepon di rumahku berdering. Segera kuangkat gagang teleponnya.
“halo…halo…halo…!! Ohh, maaf, saya salah sambung…maaf kalau saya sudah mengganggu anda.”
Taukah kalian siapa penelpon gelap tersebut?? Kupikir kalian pasti bias menebak siapa dirinya. Ya, ia adalah sosok syaitan terlaknat yang telah merasuk ke dalam jasad manusia. (semoga Allah memasukkannya ke dalam neraka yang paling dalamm sekali. Ya Allah, azablah dirinya!!!). saat itu diriku masih mampu membedakan antara yang haq dan bathil, hingga akhirnya waktu merubah segalanya.
Perjalanan hari mengantarkanku semakin dekat dengan bencana itu. Godaan iblis yang begitu kuat telah menjerumuskanku ke dalam pembicaraan penuh derita dengan orang yang belum pernah ku kenal selama ini (Allah, lindungilah semua muslimah keturunan hawa). Godaan yang penuh dengan racun mematikan. Dialah rayuan yang telah mengundang berbagai bencana hadir ke tengah kehidupanku. Jalan yang hanya memberikan kepadamu dua pilihan; dosa ataukah aib, itu saja (Semoga Allah melindungi kalian semua darinya).
Demikianlah waktu berlalu, seakan-akan ia adalah figure seorang pria yang memiliki akhlak yang sangat mulia dan
Lama-kelamaan semuanya mulai berubah. Aku pun mulai terperanjat dengan sikapnya yang cukup terbuka,suka berterus terang dan gaya bergaulnya denganku selama ini. Akhirnnya kamipun sering keluar bareng. Ya, kami sering keluar bersama, namun aku memintanya untuk tidak coba-coba menyentuhku. Mulanya ia mau memenuhi permintaanku yang satu ini. Namun semakin lama, ia pun mulai semakin sering meminta keridlaan hatiku untuk sedikit bersikap lebih lunak. Gaya memintanya lebih mirip seorang budak, meskipun saat itu bagiku ia lebih mirip seorang tuan. Waktu berlalu dengan cepat menyapu semua derita dan bencana yang dilaluinya. Pergi bersama mengunjungi apartemennya sudah merupakan hal yang biasa kami lakukan. Hingga akhirnya bencana itu dating menjamah sisi kehidupanku.
Aku masih teringat malam itu, kelabu dan penuh dengan kenistaan. Malam yang hanya menyisakan lembaran-lembaran hitam pekat bagi kehidupanku. Kami habiskan malam itu di apartemennya. Beberapa gelas minuman telah habis kami nikmati bersama. Tak terlintas di benakku kalau ternyata ia tega melakukan segalanya karena diriku sudah terlanjur percaya padanya. Tak lama kemudian aku pun mulai tak sadarkan diri untuk beberapa lamanya. Setelah aku siuman,,ternyata…TIDAK…!!! Kudapati diriku sudah tidak seperti sedia kala. Si hamba yang selama ini penurut ternyata telah berubah menjadi seorang taghut durjana. Kucing yang selama ini jinak ternyata berevolusi menjadi seekor serigala dengan segala sifat bejat yang pernah dibawanya. Kulihat setengah sudah tidak lagi menutupi badanku, aku pun sudah berada di tempat lain. Taukah kalian apa yang menimpa diriku? Iya, aku diperkosa!!! Perzinahan telah kami lakukan tanpa aku sadari.
Ya, semuanya merupakan azab Allah yang ditimpakan-Nya padaku di muka bumi ini. Aku langsung lemas, perasaanku begitu cemas dan takut. Aku hanya bisa menangis sesenggukan sampai akhirnya kelopak mata ini mengering. Kuumpat dan kumaki-maki ia dengan semua kosa kata kotor yang aku miliki. Tapi tak ada gunanya, keperawananku sekarang telah hilang, kehormatanku telah pergi, melambaikan tangannya tanda berpisah, kesucian telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Laki-laki itu tidak menaruh sedikitpun rasa ibanya padaku. Ia ternyata telah mengkhianati janjinya dulu. Easy going! Mungkin itulah prinsipnya karena laki-laki tidak akan menanggung beban moral apapun dari musibah semacam ini. Sementara aku??? Aku hanyalah seorang wanita yang pasti akan menanggung derita itu sepanjang hayatku. (sekali lagi!!! Waspadalah wahai para saudariku semuanya, mereka semua tak lebih dari seekor seerigala, mereka bukanlah sosok manusia namun makhluk liar dan tak lebih baik dari Dajjal. Dusta dan khianat sudah menjadi tabiat yang lumrah untuk difahami dari mereka).
Pria jahanam itu hanya bisa meminta maaf kepadaku (semoga Allah tidak memaafkannya!). ia mengaku benar-benar merasa khilaf dan tak sengaja melakukannya karena pada saat itu ia pun sedang tidur. Ia berjanji akan berupaya untuk memperbaiki dirinya. Meskipun semua itu ia lakukan, namun bagaimana dengan nasibku yang kini telah ditinggal pergi oleh keperawananku.
Aku pun kemudian pulang ke rumah orang tuaku dengan penuh keebingungan. Kujalani hari-hariku dengan sejuta kegalauan dan penyesalan yang begitu mendalam meskipun penyesalan pada saat-saat seperti itu sudah tidak lagi berguna bagi kesucianku karena memang penyesalan selalu saja dating terlambat. Untungnya keluargaku tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Serigala itu masih saja menghubungiku via telephon. Enggan rasanya untuk berbicara lagi dengannya karena kini aku sudah benar-benar celaka. Namun, ia selalu berupaya dengan gigihnya untuk bisa bertemu dan berbicara denganku. Hingga akhirnya musibah lain dating menghampiriku. Taukah kalian? Oh Tuhan, benar-benar malang nasibku, sebuah aib besar berdiri di hadapanku.ternyata ia telah mengabadikan peristiwa malam itu dalam bentuk foto yang syaitan pun kurasa enggan untukk melihatnya. Ooh…tidak!!! Dengan cara inilah ia mengancam dan akhirnya kembali menguasai diriku (semoga Allah segera melemparkannya ke dalam neraka jahannan!). bagiku, peristiwa ini merupakan sebuah rencana besar yang pernah merengkuh diriku, karena sebelum ini aku masih tercatat sebagai seorang perawan suci dan belum pernah dijamah sekalipun. Penawar apakah yang ia berikan untuk deritaku ini? Sungguh tak kuduga, ternyata ia berjanji untuk menikahiku, hadir dii tengah kehidupanku untuk mendampingi perjalanan hari-hariku. Ia ingin mengawiniku agar aib itu bisa sedikit tertutupi. Itulah janji yang pernah ia berikan, meskipun aku harus menerimanya dengan penuh harap cemas. Karena tak seorangpun yang bisa menjamin janji yang diberikan oleh seekor serigala. Kecemasan ini kurasa wajar, karena sekali orang berbohong niscaya ia akan ketagihan untuk berbohong dan terus berbohong, demikian seterusnya.
Aku pun tak tahu kalau ternyata derita yang harus kutanggung di kemudian hari akibat pernikahan ini ternyata jauh lebih besar dan dahsyat lagi. Ya, ku coba tuk bergantung pada sehelai rumput meskipun pada kenyataannya aku hanya menyelesaikan masalah dengan musibah!!!
Hari yang ku cemas-cemaskan selama ini akhirnya tiba. Ia pun akhirnya dating untuk melamarku dan kemudian kami pun resmi menikah dan hidup sebagai sepasang suami istri. Kami kayuh biduk pernikahan dengan penuh kebahagiaan. Namun, sesuatu yang diawali oleh kesalahan tentu akan bermuara pada kesalahan yang sama. Sebuah bangunan yang didirikan di atas kebatilan niscaya akan runtuh dengan kebatilan serupa.
Suatu hari, di malam yang sangat kelam bagiku, suamiku mengajak salah seorang kenalannya dating ke rumah. Tanpa banyak basa-basi ia paksa dan ancam diriku seandainya,…ya, seandainya aku tidak mau memenuhi syahwat iblis yang sedang merasuki tubuh sahabatnya itu maka ia akan membongkar semua rahasiaku dan mengancam akan menceraikanku saat itu juga. Ia mengancam akan memperlihatkan fotoku bersama orang lain. Gila…!!! Untuk kesekian kalinya aku hanya bisa menangis. Ya, mungkin hanya itulah senjata  yang dimiliki oleh setiap wanita. Aku pun balik mengancamnya, tapi apa daya, sang serigala tak memberikan respon apa-apa terhadap ancamanku. Sangat dilematis sekali rasanya, bak buah simalakama, jika ku tolak apa kata orang nantinya. Namun, jika kuturuti apa jadinya diriku. Bencananya yang menimpa diriku tentu akan semakin besar. Namun, pertimbanganku sedikit melunak, karena kini aku sudah berstatus sebagai seorang istri, di samping juga saat itu aku sedang berada di bawah tekanan suamiku dan bisiikan syaitan.
“hanya sekali ini saja kok,” katanya. Ya sudah, akhirnya aku pun mengiyakan kemauannya. Akhirnya terjadilah peristiwa memilukan lainnya antara diriku dan teman iblisnya itu. Peristiwa yang semakin mengantarkanku kepada kehancuran dan keterpurukan. Dosa ini semakin menenggelamkanku ke dalam kubangan jahannam!!!
Setelah dua hari berlalu, suami brengsek ini kembali mendatangiku. Dengan penuh penyesalan dan murka ia ucapkan kata-kata pedas di hadapan mukaku. Ibarat petir yang menyambar di siang hari.
“kamu ku cerai, pokoknya cerai, ceraaai, titik!” aku jadi bingung, dengan penuh keheranan kutanyakan kepadanya.
“kenapa?! Kan aku sudah mengikuti kemauanmu?
Mulai pertama aku mengenalmu yang tak lebih dari seorang budak hingga kini diriku lebih hina di hadapanmu dari seorangg budak wanita, bahkan lebih hina di saat aku harus menghamba ddi bawah kedua kakimu. Tapi begitulah laki-laki, semua keputusan dan keinginan ada ditangannya.
“aku nggak mau punya istri pelacur seperti kamu?! Aku nggak mau kalau sampai seorang pelacur menjadi ibu bagi anak-anakku kelak!” katanya. Huhh…benar-benar sial, mungkin memang sudaahh suratan hidupku. Aku pun segera mengemasi barang-barangku dan saat itu juga kurencanakan untuk pulang ke rumah orang tuaku. Mungkin keputusan ini bisa sedikit meringankan beban hidup yang harus kutanggung selama ini. Aku berjanji akan memulai lembaran hidup baru yang lebih baik dari yang sudah-sudah. Namun, lagi-lagi manusia memang sangat lemah sekali. Ia tidak akan pernah mampu menyingkap rahasia di balik tabir yang selama ini disembunyikan oleh waktu. Syaitan apa lagi yang merasukinya setelah itu? Taukah kalian apa yang ia lakukan?? Ia panggil aku ke hadapan TV, kulihat tangannya menggenggam sebuah kaset video. Ternyata ia telah merekam semua adegan yang kulakukan bersama teman iblisnya malam itu. Ia sembunyikan sebuah kamera video di antara ruang kamar. Aku benar-benar terkejut, tak terbayangkan, ibarat kilat yang menyambar dari langit ke tujuh.
“kalau kamu berani pergi, suatu saat nanti pasti akan kau lihat video dan foto ini tersebar, fikirkanlah baik-baik!!!” ancamnya padaku. Mendung hitam langsung menyelimuti wajahku. Karena sejak pertama kali mengenal dan berbicara dengannya aku sudah menjamah perbuatan dosa. Kupikir dan kupikir, apa kubunuh saja laki-laki ini? Namun, jika kubunuh dirinya, siapa yang kira-kira percaya kalau selama ini ia telah berbuat jahat padaku? Pusing, heran, bingung, semua jalan dihadapanku jadi buntu. Tak seorang pun yang mau memberiku solusi bagi masalah hidupku ini. Ibarat obat, pahit terasa namun harus kutelan juga.
Aku pun akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal bersamanya di rumah ittu. Ku harap pilihan ini bisa tetap melindungiku dan menutupi semua aib serta kesalahanku di hhadapann keluarga dan masyarakat sekitarku, walaupun ternyata pilihan itu membuatku semakin jauh dan lupa akan Allah penciptaku. Aku sudah tak ingat lagi firman-Nya, “Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka Aku sediakan baginya kehidupan yang penuh dengan kehinaan.”
Ya, begitulah kenyataannya. Seakan ayat ini tak pernah melintas di alur kehidupanku. Karena memang selama empat tahun aku menjadi pengajar dann hidup bersama binatang yang satu ini, selama itu pula aku tak pernah mendirikan shalat dan berpuasa sebagaimana umat ini menikmatinya, apalagi berdzikir mengingat Allah, telah sekian lama aku tak lagi membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an, sampai-sampai aku lupa bagaimana bentuk huruf Al-Qur’an itu sendiri. Begitulah, harus kujalani hidup ini bersama dirinya setelah statusku berubah menjadi sebagai mantan istri karena ia telah menjatuhkan talaqq tiga kepadaku.
Entahlah, nama apa yang akan kupinjam untuk kehidupan kami setelah jatuh talaq tiganya. Aku berdosa, ia pun juga demikian. Kami berdua benar-benar terlaknat dan dimurkai oleh Allah. Hari terus berganti, aktivitas keseharian kami masih seperti sedia kala, layaknya talaq tiga belum pernah dijatuhkan sama sekali. Hubungan suami istri masih kami lakukan seperti bisaanya. Aku tetap berupaya untuk tetap bersabar menghadapi semua ini. Hingga saat itu keluargaku masih belum tahu apa yang selama ini menimpa diriku. Yang namanya serigala, sekali berhasil dalam berbuat maker, niscaya ia akan mengulanginya dengan leluasa. Pada hari-hari berikutnya ia pun kembali memperlakukan diriku sebagai seorang pelacur murahan. Ia bawa teman iblis lainnya ke rumah ku dan selanjutnya sudah bisa ditebak, jalan keluar yang selama ini kutunggu-tunggu tak kunjung tiba, sampai akhirnya kudapati diriku lebih lacur dari seorang WTS murahan.
 Kini, diriku tak lebih dari seonggok barang dagangan. Di saat ia sedang memerlukan sejumlah uang, ia sewakan diriku kepada siapa saja yang membutuhkannya. Jika dia ingin memberikan sedikit rasa hormatnya kapada teman-teman syaitannya, ia bawa ke rumahku untuk menyicipi hidangan seksual yang tersedia secara cuma-Cuma. Kini aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Tak ada lagi senjata yang dapat kupergunakan untuk membela diri yang lemah ini. Aku tak ingin apabila keluargaku sampai mengetahuinya. Karena walau bagaimanapun juga ia dulunyaa adalah suamiku dan jika aku nekad pergi niscaya ia akan memperlihatkan kaset video itu kepada keluargaku. Tak ada pilihan lain lagi selain diam seribu kata, menerima suratan hidupku apa adanya. (saudariku, waspadalah kalian selalu, jangan sampai kejadian ini menimpa dirimu. Waspadalah terhadap semua maker iblis dan semua pendukungnya. Mereka bilang diriku bagaikan madu, namun ternyata diriku tak lebih hina dari sebuah dagangan seksual. Ingatlah semua bermula dari cinta dan akan berakhir dengan derita, harapan yang selama ini kita bangun dengan hawa nafsu ternyata runtuh dan hancur membisu).
Aku benar-benar menjadi tempat persinggahan bagi mereka yang keehilangan huma. Aku ternyata hanya menjadi tempat sampah bagi setiap orang yang ingin membuang kotorannya yang selama ini mengendap!!! Aku ingin kembali memulai segalanya dari awal, tapi apa daya…Ya Rabb!!!
Demikianlah, roda zaman telah merubah hidupku, hari-hari ini telah menggadaikan kehormatanku hingga akhirnya aku jadi seperti ini. Tiap malam ku memohon sambil menengadahkan kedua tangan ini namun jawabaan tak kunjung dating menghampiriku. Waktu yang berlalu dengan cepatnya terasa sangat lambat bagiku. Hidup ini benar-benar tidak lagi memberikan makna apa-apa bagi diriku. Hamper tiap saat lelaki sial itu selalu bersamaku. Sementara setiap paginya aku harus mengajar anak-anak putrid di madrasah. Keluargaku hanya tahu bahwa aku adalah figure seorang guru yang memiliki akhlak ddan kualitas keagamaan yang cukup bagus. Dan senjata dating menghampiri hidupku, dan kuterapkan semuanya kecuali satu, akhlak yang telah kuajarkan kepada murid-muridku sepanjang pagi yang tak mungkin rasanya kuteerapkan di dalam hidupku.
Roda zaman terus bergulir dan berputar. Memang sudah nasib, aku pun akhirnya dikeluarkan dari madrasah tempatku mengajar selama ini, karena frekuensi ketidakhadiranku yang sudah melebihi ambang batas kewajaran. Ya, aku memang sering meninggalkan madrasah baik itu dengan alas an ataupun tanpa alas an yang jelas dan dapat diterima. Permasalahannya memang sudah terlalu kompleks sekali, ibarat penyakit yang sudah aakut, susah rasanya untuk disembuhkan. Setiap harinya kusampaikan pelajaran bertemakan akhlak kepada murid-murid putrid padahal diriku sendiri sama sekali tak memiliki akhlak yang bisa dijadikan cerminan hidup. Ditambah lagi kondisi si brengsek pengangguran yang kerjanya hanya tinggal di rumah. Kerjanya hanya memakan gaji bulananku semata. Sekali menjadi barang dagangan, diriku akan terus menjadi barang dagangan. Ia tawarkan diriku ke pasar sex gelap antara rekan-rekannya.
Bersambung… 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar